""keyword": sejarah imam syafi'i, ulama besar islam, tokoh berpengaruh islam, biografi imam syafi'i"
Imam Syafi'i Sewaktu Kecil
Semenjak kecil Syafi'i telah hafal al-Quran dan banyak dari Hadis Nabi s.a.w. Dimana beliau mendengar ada orang Alim, maka beliau segera menemuinya untuk menimba Ilmu Pengetahuan. Ketika berusia masih kecil yaitu 14 tahun, beliau menceritakan hasratnya kepada ibundanya yang sangat dikasihinya tentang keinginannya untuk menambahkan Ilmu Pengetahuan dengan cara merantau.
Mulanya Ibundanya berat untuk melepaskan Syafi'i, karena beliaulah seorang yang menjadi harapan ibunya untuk menjaganya di hari tuanya. Demi ketaatan dan kecintaan Syafi'i kepada Ibundanya, maka mulanya beliau terpaksa membatalkan keinginannya itu, demi kasih sayangnya kepada ibunya itu. Meskipun demikian akhirnya ibundanya mengizinkan Syafi'i untuk memenuhi hajatnya untuk menambah Ilmu Pengetahuan.
Sebelumnya melepaskan Syafi'i berangkat, maka ibundanya mendo'akannya:"Ya Allah Tuhan yang menguasai seluruh Alam ! Anakku ini akan meninggalkan aku untuk berjalan jauh, menuju keredhaanMu. Aku rela melepaskannya untuk menuntut Ilmu Pengetahuan peninggalan Pesuruhmu. Oleh karena itu aku bermohon kepadaMu ya Allah permudahkanlah urusannya. Peliharakanlah keselamatanNya, panjangkanlah umurnya agar aku dapat melihat sepulangnya nanti dengan dada yang penuh dengan Ilmu Pengetahuan yang berguna, amin!"
Selesainya berdo'a ibundanya memeluk Syafi'i kecil dengan penuh kasih sayang dan dengan linangan air mata karena sedih untuk berpisah. Sambil berkata: "Pergilah anakku Allah bersamamu !Insya-Allah engkau akan menjadi bintang Ilmu yang paling gemerlapan dikemudian hari. Pergilah sekarang karena ibu telah redha melepaskanmu. Ingatlah bahwa Allah itulah sebaik-baik tempat untuk memohon perlindungan ! Selepas ibunya mendo'akan Syafi'i, maka Syafi'i mencium tangan ibunya dan mengucapkan selamat tinggal kepada ibunya.
Sambil meninggalkan ibunda yang sangat dikasihinya dengan hati yang pilu Syafi'i melambaikan tangan mengucapkan salam selamat tinggal, dan mengharapkan ibundanya senantiasa mendo'akannya untuk kesejahteraan dan keberhasilannya dalam menuntut Ilmu Pengetahuan yang berguna.
Oleh karena kehidupannya yang sangat miskin, maka Syafi'i berangkat dengan tidak membawa perbekalan uang, kecuali dengan berbekalkan do'a ibunya dan cita-cita yang teguh untuk menambah Ilmu Pengetahuan sambil bertawakkal kepada Allah s.w.t.
Imam Syafi'i mengisahkan perpisahan dengan ibunya dengan mengatakan: "Sesekali aku menoleh kebelakang untuk melambaikan tangan kepada ibuku. Dia masih terjegat diluar pekarangan rumah sambil memperhatikan aku. Lama-kelamaan wajah ibu menjadi samar ditelan kabus pagi. Aku meninggalkan kota Makkah yang penuh barkah, tanpa membawa sedikitpun bekalan uang, apa yang menjadi bekalan bagi diriku hanyalah Iman yang teguh dan hati yang penuh tawakkal kepada Allah s.w.t.serta do'a restu ibuku sahaja. Aku serahkan diriku kepada Allah seru sekalian
Alam."
Imam Syafi'i ke kota Madinah
Dalam perjalan tersebut haripun mulai senja Syafi'i singgah di Zi Tua untuk bermalam, keadaan sekelilingnya kering dan panas dan tidak ada tumbuh-tumbuhan. Ditempat itu ramai didapati orang yang sedang berkhemah. Syafi'i mulai merasa lapar, sedangkan uang tak ada. Meskipun demikian ia yakin Allah s.w.t. akan memberikan pertolongannya kepada orang yang ingin menambah Ilmu Pengetahuannya. Ditempat itu Syafi'i berkenalan seorang yang separuh baya yang baik dan ramah. Syafi'i diajak makan malam bersamanya. Syafi'i memanggil orang itu dengan "paman".
Syafi'i mengucapkan syukur kepada Allah s.w.t.atas anugerahnya, sehingga ia tidak sampai kelaparan. Ketika itu Syafi'i bertanya kepada orang itu: "Siapakah orang yang paling alim di Madinah, ketika itu. Lalu orang itu menceritakan kepada Syafi'i, bahwa orang yang paling Alim di kota Madinah ketika itu ialah Imam Malik bin
Anas. Syafi'i bermohon kepada sahabat barunya itu, semoga ia sudi membawanya bertemu dengan Imam Malik bin Anas.
Memasuki hari kedelapan kami telah tiba di pinggir kota Madinah, dari jauh kelihatan sayup Masjid Nabi, dimana Rasulallah s.a.w.dimakamkan didekatnya. Alangkah gembiranya hati Syafi'i setibanya di masjid Nabi, dan beliau menunaikan solat sepuasnya dengan khusyuk dan perasaan terharu dengan tidak disadarinya air mata syafi'i membasahi pipinya, karena betapa mengagumi kebesaran dan keagungan Nabi s.a.w. yang telah berjuang menegakkan Islam dan ummatnya. Rasulallah s.a.w. telah berjaya merobah suatu masyarakat yang berpecah belah menjadi satu masyarakat yang bersatu padu,yang terdiri dari berbilang kaum dan agama, dengan terpatrinya piagam Madinah yang terkenal hingga bila-bila masa. Syafi'i setelah menunaikan solat, beliau pergi menziarahi makam Rasulallah s.a.w. Setelah itu, beliau melihat ramai orang sedang menghadiri majlis Ilmu mengelilingi Ulama Agung Imam Malik bin Anas. Syafi'i turut hadir untuk ikut sama mendengar dengan tekun segala mutiara Hadish Nabi s.a.w., yang disampaikan oleh Imam Malik.
Kelebihan Imam Syafi'i ialah daya hapalan yang dianugerahkan Allah kepadanya, sehingga semua pelajaran yang disampaikan oleh Imam Malik telah dapat dihapalnya. Selesainya pengajian murid-murid Imam Malik menyalami Tok Guru mereka sambil beredar dan pulang kerumah masing-masing.Syafi'i masih berada
ditempatnya. Imam Malik merasa heran, karena dilihatnya anak muda itu tidak meninggalkan tempat pengajian. Lalu beliau memanggil syafi'i dan bertanyakan segala sesuatu berkenaan dirinya, dan apa yang telah didengarnya. Imam Malik meminta supaya Syafi'i mengatakan kembali sebuah hadis yang telah dipelajarinya.
Syafi'i dengan lancarnya bukan saja mendengarkan satu hadis tetapi semua hadis yang didengarnya ketika Imam Malik menyampaikan pelajarannya. Sungguh mengagumkan daya ingatan pemuda Syafii, sehingga Imam Malik tertarik kepadanya.
Imam Syafi'i dan Gurunya, Imam Malik bin Anas
Betapa gembiranya Imam Malik karena mendapat seorang murid yang cerdas dan bijak seperti Syaf'i. Syaf'i semenjak kecil bukan saja telah hapal
seluruh isi al-Quran dan ribuan hadis Nabi s.a.w. malah beliau juga telah
hapal seluruh isi kitab Hadis Muwatta' karangan Imam Malik bin
Anas, sebelumnya Syaafi'i bertemu dengan Imam Malik. Imam Syafi'i membagi malam kepada tiga bahagian yaitu:
Sepertiga untuk Ilmu Pengetahuan
Sepertiga untuk sholat
Sepertiga untuk tidur
Rabi' menerangkan bahwa Imam Syafi'i setiap hari menamatkan al-Quran
sekali, tetapi dalam bulan Ramadhan seluruhnya enam puluh kali, dan
semuanya dibaca ketika menunaikan ibadah Sholat. Imam Syafi'i sendiri
menerangkan bahwa beliau belum pernah bersumpah seumur hidupnya, baik ketika membenarkan sesuatu ataupun mendustakan sesuatu. Pernah disatu ketika ada orang bertanyakan sesuatu masaalah kepada beliau. Ketika itu Imam Syafi'i mendiamkan diri sejenak tidak langsung menjawabnya. Ketika beliau disoal mengapa berbuat demikian, maka Imam Syafi'i menjelaskan:
"Aku menunggu terlebih dahulu, sehingga aku mengetahui, mana yang lebih
baik aku diam ataupun menjawab pertanyaanmu."
Ini menunjukkan bahwa Imam Syafi'i adalah orang yang sangat teliti dalam memberikan sesuatu fatwa, kepada seseorang yang bertanyakan sesuatu masaalah semasa.
Imam Syafi'i pernah mengatakan: "Pada suatu hari aku tidak punya uang sesenpun, sedangkan aku ingin benar menuntut Ilmu. Lalu aku pergi bekerja disebuah Dewan untuk mendapat sedikit belanja". Ini menunjukkan bahwa Imam Syafi'i tidak berdiam diri ketika menemui kesulitan dalam
keuangan, terutama ketika menuntut Ilmu, beliau bersedia bekerja apa saja
yang halal, asalkan saja cita-citanya tercapai.
Imam Ghazali pernah menceritakan bahwa Imam Syafi'i juga adalah seorang Tokoh penting dalam kehidupan Sufi. Ia seorang yang sangat Taqwa tidak ingin bermegah-megahan dalam hal apapun juga. Berkenaan Ilmu Sufi, Imam Syafi'i berkata: "Saya ingin manusia itu mempelajari Ilmu ini, tetapi janganlah menyebut-nyebut namaku, dengan sepatah kata juapun".
Diantara kata-kata yang bernilai sufi daripada Imam Syafi'i ialah:
Orang yang zalim kepada dirinya, ialah orang yang merendahkan dirinya kepada orang yang tidak memuliakannya dan orang yang menyukai sesuatu benda yang tidak memberi manfaat kepadanya, begitu juga orang yang menerima sesuatu pujian dari seseorang yang lain yang tidak mengenalnya, dengan sesungguh-sungguhnya.
Orang yang tidak diutamakan karena Taqwanya, tidaklah termasuk Orang Yang Utama.
Siasat manusia lebih kejam daripada siasat binatang.
Jikalau kuketahui bahwa ia dengan itu dapat mengurangi kehormatanku, meskipun aku haus, aku tidak akan meminumnya.
Diantara tanda-tanda benar dalam Ukhuwah ialah menerima keritikan teman, menutupi aib teman, dan mengampuni kesalahannya." Demikianlah kata-kata Hikmah dari Imam Syafi'i r.a.
Kecintaan Imam Syafi'i kepada Allah SWT
Imam Syaf'i menyintai Allah s.w.t. dengan sepenuh hatinya. Beliau pernah
mengingatkan: "Bahwa orang yang mengaku sanggup mengumpulkan antara cinta dunia dengan cinta kepada Allah s.w.t. dalam hatinya adalah dusta belaka". Imam Syafi'i adalah seorang yang sangat zuhud (cara hidup yang tidak tamak kepada keduniaan, seperti kemegahan, kekayaan, harta, dan sebagainya). Pernah sekembalinya beliau dari Yaman dan membawa uang sebanyak sepuluh ribu dirham, sebelumnya memasuki kota Makkah uang tersebut telah dibagi-bagikan beliau kepada orang yang memerlukannya.
Pernah terjadi ketika beliau duduk diatas seekor keledai lalu cambuknya terjatuh ketanah. Ada orang memungutnya dan menyerahkan kembali kepada Imam Syafi'i, kepada orang itu telah dihadiahkan uang
sebanyak lima puluh dinar, sebagai tebusan, bahwa beliau duduk diatas
keledai sedangkan orang lain berjalan dibawah, beliau menganggap takabbur duduk diatas keledai sedangkan orang lain berada di bawah.
Pernah juga terjadi, Imam Syafi'i melihat seorang pemuda mengambil udhu kurang sempurna. Anak muda itu ditegur oleh Imam Syafi'i dengan kata-kata:
"Wahai anak! Jika engkau mengambil udhu', lakukanlah dengan baik supaya Allah mengurniakan kepadamu dunia dan akhirat!"
Anak muda itu mengikuti nasihat Imam Syafi'i, setelah itu ia mengejar Imam Syafi dari belakang dan ingin mengetahui siapakah orang yang menasihatinya itu. Imam menoleh kepadanya sambil bertanya, "apa hal"? Anak itu menyatakan kepada Imam Syafi'i keinginannya untuk belajar lebih lanjut dan memberikan apa-apa nasihat kepadanya. Imam Syafi'i mengingatkan sang pemuda dengan kata-kata nasihat selanjutnya:
"Barangsiapa mengenal Allah ia akan jaya. Barang siapa memuliakan agamanya ia akan selamat dari kehinaaan dan bahaya, barang siapa zuhud di dunia pasti ia akan melihat balasan Allah yang mulia."
Lalu imam Syafi'i bertanya lagi kepada pemuda itu apakah ia
masih memerlukan tambahan pelajaran, anak muda itu menjawab tolong tambah lagi pengajaran beliau, maka Imam Syafi'i melanjutkan:
"Barangsiapa selalu mengerjakan tiga pekerjaan ini, maka akan sempurna imannya yaitu:"Barangsiapa yang menyuruh orang lain berbuat baik dan dia sendiri juga berbuat baik. Barang siapa mencegah orang berbuat jahat,dan dia sendiri menjauhkan dirinya dari kejahatan dan barangsiapa yang menjaga batas-batas hukum Allah."
Imam Syafi'i bertanya lagi kepada pemuda itu, apa masih perlu ditambah lagi? Anak muda itu menjawab, "ya".
Imam Syafi'i meneruskan:"Hendaklah engkau zuhud didunia, dan hendaklah engkau suka kepada amalan akhirat. Hendaklah engkau berlaku jujur dalam menjalankan segala perintah Allah, niscaya engkau termasuk orang-orang yang berjaya".
Kemudian anak muda itu bertanya, siapakah Tuan Guru yang yang sangat bermurah hati itu yang telah sudi mengajarnya meskipun didalam perjalanan. Lalu orang disekitarnya mengatakan yang dihadapinya itu
adalah Imam Syafi'i. Imam Syafi'i adalah seorang Imam yang bersedia
mencurahkan Ilmunya kepada siapa saja yang memerlukannya dengan tidak suka bermegah-megah. Semua itu dilakukannya karena Allah, semata -mata.
Imam Syafi'i dan Kepentingan Ilmu
Imam Syafi'i nama lengkapnya ialah Muhammad bin Idris Asy-Syafi'i, juga
sangat dihormati oleh para Imam lainnya. Antaranya Imam Ahmad bin
Hambal, berkata:
"Tidak pernah aku mengerjakan sholat selama empat puluh tahun, kecuali aku selalu mengiringkan sholatku itu dengan do'a untuk Syafi'i".
Disatu hari Abdul Malik Almaimuni berbincang dengan Imam Amad bin Hambal, dan pembicaraan itu menyinggung diri Imam Syafi'i. Al-Maimuni mengatakan
"Jelas aku lihat Ahmad memuliakannya dan berkata:"Aku pernah membaca sebuah hadis Nabi s.a.w., bahwa Allah membangkitkan bagi ummat ini setiap seratus tahun, seorang lelaki yang menghidupkan urusan agamanya."
Imam Syafi'i sangat tidak menyukai kata-kata ataupun ucapan yang tidak
baik terhadap sesama manusia. Pernah disatu hari ada seorang mengeluarkan kata-kata kotor terhadap seorang alim, maka imam Syafi'i menegur orang itu:
"Bersihkanlah pendengaranmu dari mendengar perkataan yang keji, sebagaimana engkau membersihkan lidahmu dari mengeluarkan kata-kata yang keji dan kotor. Seseorang yang hodoh dan keji selalu menumpahkan kekejiannya itu untuk mengisi kebersihanmu, jika engkau jawab dengan kekejian pula, engkau akan berbuat keji sebagaimana perbuatan orang yang keji itu".
Imam Syafi'i senang menyelesaikan berbagai masaalah agama yang diajukan orang kepadanya. Sehingga beratus-ratus masaalah agama dapat diselesaikan Imam Syafi'i dalam masa semalaman, untuk maslahat Ummat Islam. Sehingga pernah Imam Ahmad bin Hambal mengatakan kepada anaknya berkenaan Imam Syafi'i.
"Gerak dan diamnya, perkataannya, zikir dan fikirannya, semuanya untuk Allah s.w.t. Qiamnya itu ta'at, tidurnya itu sedekah, zikirnya itu tasbih, diamnya dan ilmunya itu obat bagi ummat manusia".
Mutiara kata dari Imam Syafi'i berkenaan Ilmu, beliau berkata:
"Engkau tidak akan memperoleh Ilmu kecuali dengan enam hal, yaitu dengan kecerdasan, semangat keras, rajin dan tabah, biaya yang cukup, bersahabat dengan guru".
"Tetapi ingatlah!Orang yang diberikan derjat yang mulia karena Ilmunya tak mungkin diberi harta yang melimpah. Karena Ilmu dan Harta tak mungkin berjalan bersama. Sudah ditakdirkan, bahwa orang yang akan dinaikkan darjatnya, pastilah diuji dengan kemelaratan. Buktinya, banyak orang pandai yang hidupnya melarat dan banyak orang bodoh yang hidupnya serba cukup.Orang yang diberi rezeki dengan mudah, pahalanya sedikit, tidak terpuji dan tidak mendapatkan taufiq".
Beliau melanjutkan:
"Berjaga malam untuk menekuni Ilmu, lebih nikmat bagiku daripada lagu merdu dan bau wewangian. Goresan penaku di tengah lembaran kertas, terasa lebih indah daripada khayalan".
Imam Syafi'i Berangkat ke Iraq
Dimusim Haji ramai Muslimin datang ke Madinah untuk menziarahi maqam
Rasulallah s.a.w.Demi hormat dan kecintaan mereka kepada Rasulallah
s.a.w.Mereka yang datang itu dari banyak tempat,terutama dari Mesir dan
Iraq.Selesai menziarahi maqam Nabi s.a.w,mereka juga menziarahi Imam
Malik,dan meminta supaya kepada mereka diajarkan Kitab Muattha.Imam
Malik menyuruh Imam Syafi'i supaya membacakan kitab tersebut untuk orang
ramai yang menghadiri Majlis Ta'lim Imam Malik.
Sudah tentu dengan senang hati Imam Syafi'i membacakan kitab tersebut
yang telah dihapalnya keseluruhan isi kitab al-Muaatha.Jamaah yang hadir
sungguh kagum melihat kelancaran pembacaan kitab Muaatha,yang dibaca
oleh Imam Malik.Hal ini dengan mudah dilakukan oleh Imam Syaf'i
disebabkan beliau telah menghapal seluruh isi kitab tersebut.
Selesai majlis Ilmu itu,Imam Syafi'i pergi menziarahi rombongan yang
datang ketempat itu.Ketika beliau menziarahi rombongan dari Iraq Imam
Syafi'i melihat seorang pemuda Iraq sedang menunaikan sholat.Selesai
pemuda itu menunaikan sholat,lalu ia didekati oleh Imam Syafi'i,dan
beliau ingin berkenalan dengan tamu muda itu.Imam Syafi'i bertanya
kepada pemuda itu siapakah Ulama yang paling terkenal dalam hal Ilmu
al-Quran dan Sunnah di Iraq.Pemuda itu menjawab,bahwa ketika itu Ulama
yang paling terkenal dalam Ilmu al-Quran dan Sunnah ialah Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan.Kedua Ulama yang paling terkenal itu adalah murid
dari Imam Abu Hanifah.Imam Syafi'i sangat tertarik dan ingin menambah
Ilmu Pengetahuannya kepada kedua-kedua orang Alim itu.Imam Syafi'i
bertanya bila pemuda Iraq itu akan berangkat kembali ke Iraq.Pemuda itu
menjawab bahwa ia akan berangkat keesokan harinya.Imam Syafi'i bergegas
pulang menemui gurunya Imam Malik dan menceritakan keinginannya ingin
menambah Ilmu Pengetahuan,terutama berkenaan al-Quran dan Sunnah Nabi
s.a.w,yang telah menjadi cita-citanya dari sejak semula.
Mendengar hasrat hati Imam Syafi'i,maka Imam Malik bersetuju dan
mendo'akan semoga segala hajat Imam Syafi'i dalam cita-citanya menambah
Ilmu Pengetahuan dari kedua Ulama Agung itu semoga dikabulkan oleh Allah
s.w.t.Imam Malik sendiri ikut mengantarkan Imam Syafi'i
hingga ke Baqi'.Suatu hal yang memeranjatkan Imam Syafi'i,dimana Imam
Malik telah menyediakan unta untuk kenderaan dalam perjalanan Imam
Syafi'i menuju Kufah Ibu kota Iraq.Disamping itu Imam Malik memberikan
kepada Imam Syafi'i uang sebanyak lima puluh Dinar.Imam Syafi'i merasa
heran darimana Imam Malik memperoleh uang tersebut.Setahu Imam Syafi'i
Imam Malik ketika itu tidak punya uang sebanyak itu.Lalu Imam malik
menceritakan kepada Imam Syafi'i bahwa malam itu ada seorang yang
bernama Qasim menziarahi Imam Malik dan menghadiahkan kepada beliau uang
seratus dinar,dan memohon supaya Imam Malik sudi menerima hadiah
tersebut.Oleh Imam Malik uang seratus dinar itu dibagi dua,sebanyak lima
puluh dinar diperuntukkan untuk keperluan Imam Syafi'i.Mulanya Imam
Syafi'i menolak hadiah uang itu.Beliau tak sampai hati menerima
pemberian dari gurunya,dan meminta supaya Imam Malik menyimpan uang
tersebut untuk keperluan Imam Malik.Meskipun demikian Imam malik tetap
mendesak supaya uang tersebut supaya diterima oleh Imam Syafi'i.
Imam Syafi'i mengucapkan terimakasih kepada Gurunya,karena pertolongan yang
sangat berharga didalam perjalanan.
Imam Malik mendo'akan semoga cita-cita Imam Syafi'i untuk menambah Ilmu
Pengetahuan,dikabulkan oleh Allah s.w.t.
Imam Malik tidak berganjak dari tempatnya sambil memperhatikan
keberangkatan Imam Syafi'i sehingga kafilah Imam Syafi'i hilang dari
pandangan matanya.Disini dapatlah kita menarik pelajaran,betapa gigihnya
Imam Syafi'i dalam usahanya untuk menambah Ilmu Pengetahuan meskipun
terpaksa menempuh perjalanan yang jauh.Juga betapa mesranya hubungan
murid dan gurunya,yang saling bantu membantu dalam hal-hal yang
menyangkut kepentingan dunia dan kepentingan akhirat.
Imam Syafi'i Berguru di Kufah
Setelah penat dalam perjalanan yang jauh dari Madinah ke Kuffah (Iraq)
ketika itu memakan masa dua puluh empat hari,maka tibalah Imam Syafi'i
dan rombongannya di sebuah Masjid di Kufah.Ketika itu Imam Syafi'i
berusia dua puluh dua tahun.Imam Syafi'i menunaikan sholat berjamaah
di Masjid tersebut.Kedua-dua Imam yang dicari-cari oleh Syafi'i,rupanya
juga berada di Masjid itu,dan mereka juga menjadi Imam
Besar masjid tersebut.Imam Syafi'i dapat berkenalan dengan kedua-dua
tokoh Agama yang paling terkemuka sekali di Iraq ketika itu,yaitu Abu
Yusuf dan Muhammad bin Hasan.Mereka bertanyakan kepada Syafi'i berkenaan
keadaan Imam Malik di Madinah.Pernahkan kamu bertemu Imam Malik di Madinah ?
Syafi'i menjawab semua pertanyaan yang diajukannya dan menjelaskan,bahwa
Imam Malik bin Anas juga menjadi Guru beliau,dan pernah tinggal bersama
Gurunya itu."Jika demikian tentu kamu telah pernah membaca kitab Muattha
yang terkenal hasil karya Imam Malik, kata Imam Muhammad."Benar tuan !
Jawab Imam Syafi'i,Alhamdulillah saya bukan saja telah membaca kitab
Muwatha,malah telah menghafalnya dalam hati."
Imam Muhammad mengambil kertas dan menuliskan beberapa soalan dan
meminta Syafi'i menjawab soalan-soalan,untuk menguji sampai dimana Ilmu
Imam Syafi'i berkenaan kitab Muwatha,karangan Imam Malik.Setelah
meneliti semua soalan yang diajukan itu,maka Imam Syafi'i dapat
menjawabnya dengan mudah,disebabkan isi kitab Muwatha telah dapat
dihafal dan dikuasai oleh Syafi'i.Setelah membacanya semua jawaban
tersebut,maka Imam Muhammad tersenyum dan merasa gembira dengan
jawaban-jawaban yang diberikan oleh Imam Syafi'i.Lalu beliau
berkata:"Sudikah kamu menjadi tamuku pada malam ini ?Syafi'i
menyambutnya dengan perasaan penuh kegembiraan,dengan menjadi tamu dan
bermalam dirumah Imam Muhammad,bearti beliau telah mendapat peluang
yang baik sekali untuk berguru kepada Imam Muhammad.
Syafi'i menjadi tamu dirumah Imam Muhammad,dan diberikan penghormatan
yang istimewa,oleh Imam Besar itu.Beliau menghadiahkan pakaian yang
cantik dan mahal,sambil menyuruh Syafi'i mandi,maklum beliau baru tiba
dari perjalanan yang jauh.Imam Syfi'i menyambut hadiah yang istimewa itu
dengan perasaan syukur dan berterimakasih kepada Imam Muhamad.
Selesai mandi,Syafi'i memakai pakaian (jubah) hadiah dari Imam
Muhammad.Betapa gembiranya Imam Muhamad,melihat pakaian pemberiannya itu
telah dipakai oleh Syafi'i.Imam Muhammad mengambil sebuah kitab karangan
Imam Abu Hanifah,yang berjudul "Al-Aushat" dan menyerahkannya kepada
Syafi'i untuk bacaan Syafi'i dimalam itu.Dengan perasaan gembira,Syafi'i
menyambut kitab Al Ausath,dan membacanya dengan khusyu'.
Salah satu keistimewaan yang dianugerahkan Allah S.W.T kepada Syafi'i ialah dari
segi hafalan.Setelah membaca kitab tersebut,dengan penuh perhatian,dan
seronok membacanya, Syafi'i telah dapat menghafal keseluruhan kitab
Al-Ausath,karangan Imam Abu Hanifah.
Hal ini tidak diceritakan oleh Imam Syafi'i kepada Imam Muhammad.
Imam Syafi'i dan Gurunya, Imam Muhammad
Imam Muhammad tempat rujukan orang ramai meminta fatwa, dan fatwa Imam Muhammad diterima tanpa apa-apa soal. Pada suatu hari datang seorang lelaki meminta fatwa dari Imam Muhammad. Ketika itu aku berada disampingnya, demikian kata Imam Syafi'i. Setelah lelaki itu menceritakan masaalah yang dihadapinya dan meminta fatwa dari Imam Muhammad. Setelah
mendengar masaalah lelaki itu, lalu Imam Muhammad memberikan fatwanya, dan meyakini fatwanya itu bersandarkan pendapat Imam Abu Hanifah.
Imam Syafi'i bercerita:
"Setelah mendengar fatwa beliau, aku merasa yakin fatwa itu tidak seberapa tepat berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah yang bukunya telah dapat kuhapal. Lalu aku mohon izin kepada Imam Muhamad, untuk memberikan pandangan Imam Abu Hanifah yang telah kuketahui. Imam Muhammad merasa terkejut mendengar pandangan yang kuberikan itu, lalu beliau merujuk kembali kepada kitab "al-Ausat" kepunyaan Imam Abu Hanifah. Ternyata apa yang kukatakan itu memang benar, seperti pandangan Imam Abu Hanifah,lalu Imam Muhammad membetulkan kembali fatwa beliau. Imam Muhammad sangat kagum atas hapalanku".
Setelah sekian lama Imam Syafi'i tinggal dan menuntut Ilmu kepada Imam Muhammad, maka Syafi'i merasa ingin melanjutkan perjalanan untuk menuntut Ilmu Pengetahuan. Hal ini diceritakan Imam Syafi'i kepada Imam Muhammad, dan Imam Muhammad terharu mendengarnya. Imam Muhammad berkata kepada Imam Syafi'i: "Saya bersetuju atas hasratmu
tetapi dengan satu syarat. Syaratnya tidak berat iaitu engkau bersetuju menerima separuh dari harta bendaku. Imam Syafi'i tidak menyangka begitu bermurah hati Imam Muhammad kepada beliau. Meskipun demikian Imam Syafi'i menjawab:"Paman ! Sebenarnya kedatangan saya kemari adalah untuk menimba Ilmu Pengetahuan bukannya mengumpulkan harta kekayaan. Oleh itu izinkanlah saya kembali menemui ibu saya dan lupakanlah berkenaan pembahagian harta". Imam Syafi'i menolak tawaran harta dari Imam Muhammad dengan ucapan terimakasih yang tak terhingga.
Imam Muhammad kecewa mendengar penolakanku. Lalu beliau berkata baiklah anakku, jika kiranya engkau menolak separuh harta paman, paman harapkan engkau tidak menolak
sedikit hadiah paman sebagai bekal dalam perjalanan. Lalu Imam Muhammad menyuruh pembantu beliau mengambil beberapa pundi wang, seraya berkata: "Ini sajalah yang dapat kuberikan kepadamu Syafi'i,sebagai hadiah, untuk bekal dalam perjalanan. "Kali ini saya tak dapat menolak hadiah itu, dikuatirkan beliau akan berkecil hati. Inilah hadiah yang
terbesar pernah kuterima selama hayatku, wang sejumlah tiga ribu dinar. Setelah itu akupun bersalaman dengan Imam Muhammad dan mohon do'a restu beliau. Akupun melanjutkan perjalanku menuju Iran.Aku berjalan dari satu kota kesatu kota. Setiap bertemu dengan Ulama yang terkenal Alim aku tidak melepaskan kesempatan untuk menambah Ilmu Pengetahuan dari
mereka. Aku mengembara keseluruh pelosok Negeri Iran, beberapa tahun lamanya, dan kemudian kembali semula ke Iraq semasa pemerintahan Harun al-Rasyid yang masyhur itu.
Kembali ke Madinah
Dalam lawatan Imam Syafi'i ke Iraq beliau menjelajah banyak tempat. Dari
Bagdad,beliau menuju Iraq Selatan,Anatolia (Asia Kecil) dan Haran.Dari
situ Imam Syafi'i pergi ke beberapa negara Syam dan kemudian kembali ke
Makkah menziarahi ibundanya.Dua tahun kemudian Imam Syafi'i berangkat ke
Madinah dengan memiliki Ilmu pengetahuan yang luas.Sesampainya beliau di
Madinah Imam Syafi'i menuju masjid al-Haram Annabawi (masjid Nabi
s.a.w.)beliau menziarahi kuburan suci Nabi s.a.w.dan turut hadir dalam
majlis ta'lim Imam Malik (guru Imam Syafi'i).Ketika itu Imam Malik
sedang memberi pelajaran kepada murid-murid beliau yang memenuhi majlis
Ilmu.Setelah itu Imam Malik mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk
menguji sampai dimana Ilmu yang telah mereka
kuasai.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Imam Malik agak susah
mereka menjawabnya.Tetapi Imam Syafi'i membisikkan jawabannya kepada
orang yang duduk disebelah beliau.
Begitulah setelah diajukan
pertanyaan-pertanyaan hanya lelaki yang dibisiki Imam Syafi'i itu
sahaja yang dapat menjawabnya.Lalu Imam Malik memanggil lelaki itu,dan
bertanyakan kepadanya dari mana dia memeroleh jawaban yang tepat
itu.Orang itu menjawab,bahwa jawaban itu diperolehnya dari seorang anak
muda yang duduk disebelahnya.Imam Malik memanggil anak muda itu,ternyata
anak muda itu adalah Asy-Syafi'i.Alangkah gembiranya Imam Malik melihat
Imam Syafi'i,lalu Imam Malik turun dari korsinya dan memeluk Syafi'i dan
berkata kepada Syafi'i:"Sempurnakanlah olehmu bab ini."
Imam Malik merasa puas hati mendengar uraian yang disampaikan oleh Imam
Syafi'i.
Setelah usai pelajaran,maka Imam Malik mengajak Imam Syafi'i
kerumahnya.Imam Syafi'i mengabarkan segala pengalamannya dalam menuntut
Ilmu Pengetahuan,selama masa perpisahan dengan Imam Malik.Syaf'i juga
bercerita kepada gurunya Imam Malik betapa beliau sangat mengagumi Imam
Abu Hanifah Annu'man,dan beliau telah membaca fiqh Abu Hanifah melalui
dua orang murid Abu Hanifah yaitu Abu Yusuf dan Muhammad Al-Hasan.Pernah
Imam Abu Hanifah diserang dengan tuduhan bahwa beliau kurang menguasai
Ilmu Hadis.Imam Syafi'i membela Imam Abu Hanifah dan menempatkan Imam
Abu Hanifah ditempat yang mulia,dan berkata:"Peranan Abu Hanifah dalam
bidang figh amat luas dan semua orang tidak dapat melepaskan diri dari
peranan Abu Hanifah."
Imam Syaafi'i menetap di Madinah sebagai murid Imam Malik sejak
pertemuan itu (thn 170 H.sehingga Imam Malik wafat pada tahun 179 H.)
Ketika itu Imam Syafi'i telah mencapai usia dua puluh sembilan
tahun.Ketika gurunya meninggal dunia Imam Syafi'i amat bersedih hati,dan
beliau sering mencucurkan air mata kesedihan mengenang jasa gurunya
kepadanya.Tidak lama kemudian setelah itu Imam Syafi'i kembali ke Makkah
dan meninggalkan Madinah dengan kenangan manis bersama gurunya Imam
Malik bin Anas r.a.
Imam Al-Syafi’i Difitnah
Setelah Imam Malik meninggal dunia pada tahun 179 H, maka Imam al-Syafi’i pulang ke Makkah . Nama Imam al-Syafi’i demikian harumnya sehingga menarik perhatian seorang penguasa Yaman yang bersetuju melantik Imam al-Syafi’i sebagai wali ataupun pegawai yang bertanggung jawab di daerah Najran. Disitu Imam al-Syafi’i telah menjalankan tugasnya dengan penuh keadilan sehingga menjadi tumpuan orang ramai mengharapkan keadilan.
Sudah tentu sikap benar dan adil itu bukan semua manusia menyukainya, terutama sekali manusia yang suka menindas dan zalim. Maka mereka mecari jalan untuk menyinkirkan Imam al-Syafi’i dari daerah tersebut dengan demikian, segala rencana jahat mereka tidak ada yang menghalanginya.
Oleh itu mereka mencari-cari jalan untuk menjatuhkan Imam al-Syafi’i, lalu Imam al-Syafi’I difitnah dengan aduan palsu kepada khalifah al-Rasyid, dengan menuduh Imam al-Syafi menjadi ketua kepada sembilan Alawi yang hendak menggulingkan kerajaan Abbasiyah.
Imam al-Syafi’i adalah diantara para Imam yang sangat mencintai Ahlul Bait (keluarga terdekat Rasulallah s.a.w.). Banyak sya’ir beliau yang menunjukkkan kecintaan beliau kepada Ahlul Bait, antaranya Imam al-Syafi’i bersyair.
"Wahai Ahlul-Bait Rasulallah, mencintai kalian
adalah Kewajiban dari Allah diturunkan dalam al-Quran
cukuplah bukti betapa tinggi martabat kalian
tiada sholat tanpa shalawat bagi kalian."
Dalam sya’ir lainnya al-Imam Syafi’i menyampaikan kandungan isi hatinya, antara lain al-imam mengatakan:
"Jika sekiranya disebabkan kecintaan kepada keluarga Rasulallah s.a.w. maka aku dituduh Rafidhi (Syi’ah). Maka saksikanlah jin dan manusia, bahwa sesungguhnya aku adalah Rafidhi."
Kecintaaan Imam al-Syafi’i kepada Ahlul Bait menjadi bahan fitnah bagi manusia dengki, kaki ampu, untuk menjatuhkan imam al-Syafi’i dari kedudukannya. Lalu surat fitnah dikirmkan kepada Harun al-Rasyid yang bunyinya demikian :
" ………Diantara mereka terdapat seorang lelaki bernama Muhammad bin Idris, ia bekerja dengan lidahnya ………Jika tuanku ingin Hijaz kekal di bawah takluk pemerintahan tuanku, mereka itu hendaklah dibawa kepada tuanku." (Usul al-Fiqh,h.65)
Al-Rayid merasa ketakutan Kerajaannya tumbang, sebab kerajaannya dibina dengan banyak mengorbankan jiwa mereka yang tak bersalah, lalu dia memerintahkan kumpulan sembilan dan al-Syafi’i supaya dibawa menghadapnya di Iraq. Kesemua mereka digari dibawa dengan baghal. Di Iraq, semuanya dibunuh kecuali al-Syafi’i yang mendapat pembelaaan dari Imam Muhammad Syaibani (murid imam Abu Hanifah) pada tahun 184 Hijrah.