sejak era reformasi terjadi dan runthnya orde baru seakan menajdi suatu momentum bagi semua rakyat untuk menjalankan apa yang dinamakan suatu pesta demokrasi, ibarat sebuah mimpi yang menjadi kenyataan, segelintir orang mencuri start untuk berpesta demokrasi dalam menyambut reformasi dengan mendirikan parti sebagai suatu roda kebebasan berpolitik dan itu menjadi suatu momen pembelajaran baru bagi negara berkembang macam indonesia.
Yah diawali dari segelintir orang kemudian di ikuti banyak kaum minoritas mengedepankan kaumnya dan bernaung pada satu bendera partai yang menjadi idaman maka lahirlah parti tersebut sebagai wadah dalam berpolitik, kemudian di ikuti politikus pengusaha yang memang ingin menjadikan partai politik sebagai satu lumbung pemasukan (bukti diawal reformasi banyak partai mendapat dana pemerintah), kemudian lebih dewasa dengan sistem kemandirian partai yang tak mampu menjangkau semua pulau dan propinsi serta anggaran dana yang minim akan ter eliminasi terbukti banyak parti yang akhirnya raib dari dunia persilatan
Dari sisa yang ada tersusunlah partai menengah kuat, partai politik yang memiliki sumber dana dan massa yang menengah ke arah kuat tersebut kemudian mencari seorang figur yang dapat menggalang massa dalam memperkuat engkraman kekuasaan partainya ke masyarakat, akhirnya lahirlah sat fenomena artis politikus, ustad politikus, komedian politikus, yah sebuah fenomena yang sangat lazim kita amati pada masa pembelajaran bangsa ini.
lalu apa hubungannya dengan Bibit perpecahan?, baik Mari kita simak bersama. Dunia ini hanya panggung sandiwara bukan sekedar kata Nike AArdila Atau Deddi dores semata, namun sejatinya itu berlaku dan sangat sering terjadi dalam dunia perpolitikan indonesia sebut, tanya saja siapa tokoh dan politikus di wilayah anda, dan tanyakan siapa musuh olitik anda maka jawabnya pasti tidak ada teman dan lawan dalam poliik sebab bisa jadi sekarang lawan berat nanti dia justru akan menjadi tandem kuat dalam politik demi satu kepentingan dan keinginan.
kemudian makin maraknya eksodus pindah karung jika dirasa kurang nyaman atau terancam dengan serta merta membuat baju slogan dan embel embel baru maka jadilah sosok baru, calon pemimpin baru, yah itulah fenomena perpolitikan indonesia yang makin dewasa, bagi sebagian orang hal ni akan dianggap satu bentuk penghianatan namun bagi orang yang sudah faham akan modernisasi ini adalah wajar, gak beda jauh dengan pemain bola pindah klub sesuka hati asal cocok.
dari dua alenia fenomena terakhir diatas, wajar saja hal yang kurang pantas akhirnya mencuat yakni politik hanya sebatas milik orang yang ingin berkuasa dan politik hanya hak bagi yang ambisius dengan menghalalkan segaa cara, sebab gak ada cara yang kharom dalam duni politik. lalu apa hubungannya dengan perpecahan, yah hubungannya amati tiga alenia terakhir yang menyebut berbagai masalah, maka kesimpulannya yang menjadi korban adalah orang awam yang tidak berpengalaman, kaum alit yang fanatik, serta era pemahaman loe nyuruh milih karena pengen makan enak so wajib hukumnya loe kasih gue makan dulu. mau enak kok gak mau modal, akhirnya dari persepsi miring dan arus kuat kebebasan politik tersebut maka bukan lagi menjadi acuan siapa lebih baik namun berfokus dengan siapa ada duit ia yang dipilih.
wajar memang karena orang amam ingin merasakan uang gratis, sama juga dengan mereka yang ingin berkuasa juga ingin makan enak, sementara tanpa sadar masyarakat akan perlahan terkotak kotak dalam era kebebasan politik, bagi yang dah siap enjoy aja bagi kaum yang belum maka fanatik sempit, bahkan bisa jadi permusuhan akan terjadi, dan pernah satu kejadian yang sangat tidak sopan adalah seorang figur datang kemudian mengecek dari tps ke tps lain sembari terbahak seolah melecehkan calon yang lain sementara pihak pengaman hanya mampu diam membisu karena ia hanya seorang tni berbalok merah atau polisi berpangkat rendah dan hansip sementara sang figur begitu elegan dengan segala kekuasaan yang dimilikinya.
yah inilah era modernisasi, Kebebasan politik dan pembelajaran untuk masuk dan berkuasa, jujur d wilayahku bojonegoro aku hanya salut pada satu orang dia begitu siap dan sangat teratur dan cerdik dalam menyusun langkah panjangnya dalam menghadapi pesta demokrasi yang mengusung namanya. kesiapan bertahun sbelum hari h menjadikan ia begitu dikenal baik di bojonegoro kota atau desa mulai kaum jelata apalagi kaum menengah elit. bahkan saat aku menulis ini tepat satu bulan menjelang pemilu ia nampak kokoh di posisi teratas dan paling siap, kalau dari aku pribadi yakin dia salah satu yang menang. mengenai siapa dia eit itu rahasia yang pasti ia punya banyak nama julukan inisialnya diantaranya AG, HAM, HAG. anda bisa mencatat prediksi ku ini di kota namanya juga sangat kuat mulai tukang becak di sumberjo kenal dia luar biasa bukan.
BACA ARTIKEL TERKAIT PEMILU :